Inilah goresan tinta di diari kehidupanku. Pada akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015, banyak goresan-goresan yang penuh makna kehidupan. Semuanya kujalani dengan sekuat tenaga dan penuh kesabaran. Di akhir tahun 2014 tepatnya tanggal 1 September 2014 selisih 29 hari menuju hari dimana aku dilahirkan yaitu tanggal 30 September 2014. Allah memutuskan untuk menjadikan diriku sebagai kepala keluarga dengan mengambil seseorang yang sudah 25 tahun menjadi tulang punggung di keluarga ini yaitu ayahku. Allah memanggil beliau kembali ke sisi-Nya. Tangis dan sedih meluap tak tertahankan di kala itu hanya aku seorang yang tidak membiarkan mata ini basah akan tangis dan rindu terhadap sosok seorang ayah sekaligus temanku di rumah. Hal itu semata kulakukan karena aku ingin terlihat kuat dan tabah di depan ibuku yang sudah cukup lelah dan letih setelah memperjuangkan kesembuhan beliau selama 20 hari dari 1 rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Namun hati ini sungguh tidak dapat dibohongi, sehingga setelah terakhir memeluk beliau di peristirahatan terakhirnya dan liang kubur sudah tertutup dengan tanah merah serta rombongan jenasah sudah pergi. Tangis dan sedih itupun akhirnya pecah. Rasa bersalah karena belum sempat mewujudkan yang beliau inginkan yaitu menimang cucu itu pun muncul. Padahal tinggal satu tahun lagi sehingga impian beliau segera bisa aku wujudkan. Maafkan aku ya ayah. Anakmu belum bisa mewujudkan keinginanmu.
Di awal tahun 2015 ini tepatnya tanggal 1 Januari 2015, sudah kugoreskan tinta di diari kehidupanku bahwa pada "Resolusi 2015" aku merencanakan untuk tetap meminang seseorang hawa yang sudah setia 5 tahun memberikan warna dalam kehidupanku. Namun sekali lagi sepertinya Allah memiliki rencana yang jauh lebih indah dibanding rencana yang telah aku buat. Aku belum dapat mewujudkan impian tersebut dikarenakan beberapa faktor ekonomi dari pihak keluarga kecilku yang belum siap dan matang. Sehingga mulai 14 Januari 2015 lalu hingga saat ini tanggal 4 Februari 2015 hubungan dengan sang hawa ini tidak lancar dan kurasa inilah saatnya memutuskan untuk move on. Karena bila dipaksakan pun diri ini belum siap secara materi dan mental. Pikiran ini masih terbagi akan kondisi ekonomi dan kewajiban seorang kakak untuk mendidik adik semata wayang hingga lulus bangku sekolah.
Sulit untuk mengambil keputusan ini antara memilih keinginan hati untuk meminang gadis pujaan hati dengan menepati janji yang telah diikrarkan kepada almarhum di hari sebelum beliau berpulang ke Sang Pencipta bahwa "Sudahlah pak bila bapak mau pergi, pergi saja. Anakmu ikhlas akan kepergianmu. Tidak perlu memikiran ibu dan adik. Mas yang akan mengurus mereka ...". Keduanya benar - benar merupakan keputusan yang sulit. Bimbangku, bingungku membuat sikapku terlihat tidak konsisten inilah perasaan yang aku rasakan. Ketidakkonsistenan ini membuat sang pujaan hatipun menjauh. Allah mungkin masih belum mengijinkan diri ini untuk meminang seorang gadis pujaan hati itu.
Dalam setiap cobaan selalu ada pelajaran yang dapat diambil. Beberapa pekan lalu Bapak Joko Kurniawan (seorang atasan dan orang yang memiliki figur wibawa dan bijaksana) pernah memberikan feedback tentang kinerjaku selama tahun 2014. Beliau berkata bahwa aku harus mengupgrade human value-ku (nilai jualku sebagai manusia). Bagaimana mengupgrade-nya yaitu dengan sekolah lagi hingga lulus jenjang S1. Kamu dapat mengubah hidupmu bumi dan langit. Semua hal itu mungkin terjadi. Dalam hati ku berkata bahwa mungkin beliau bercerita berdasarkan pengalaman yang beliau alami sendiri. Karena beliau sendiri memulai karirnya di perusahaan ini benar-benar dari bawah. Cobaan untuk menjauh dari gadis pujaan hati mungkin sebenarnya adalah hidayah atau petunjuk buat diriku untuk lebih memikirkan diri sendiri dulu untuk saat ini. Memikirkan diri untuk berkembang jauh dari diri ini yang sekarang. Berkembang jauh lebih baik dari segi financial, dari segi mental berfikir. Terima kasih atas wawasannya Pak Joko. Jujur engkau seperti sosok seorang ayah buat diriku. Saya bersyukur bisa bekerja di perusahaan ini.
Di awal tahun 2015 ini tepatnya tanggal 1 Januari 2015, sudah kugoreskan tinta di diari kehidupanku bahwa pada "Resolusi 2015" aku merencanakan untuk tetap meminang seseorang hawa yang sudah setia 5 tahun memberikan warna dalam kehidupanku. Namun sekali lagi sepertinya Allah memiliki rencana yang jauh lebih indah dibanding rencana yang telah aku buat. Aku belum dapat mewujudkan impian tersebut dikarenakan beberapa faktor ekonomi dari pihak keluarga kecilku yang belum siap dan matang. Sehingga mulai 14 Januari 2015 lalu hingga saat ini tanggal 4 Februari 2015 hubungan dengan sang hawa ini tidak lancar dan kurasa inilah saatnya memutuskan untuk move on. Karena bila dipaksakan pun diri ini belum siap secara materi dan mental. Pikiran ini masih terbagi akan kondisi ekonomi dan kewajiban seorang kakak untuk mendidik adik semata wayang hingga lulus bangku sekolah.
Sulit untuk mengambil keputusan ini antara memilih keinginan hati untuk meminang gadis pujaan hati dengan menepati janji yang telah diikrarkan kepada almarhum di hari sebelum beliau berpulang ke Sang Pencipta bahwa "Sudahlah pak bila bapak mau pergi, pergi saja. Anakmu ikhlas akan kepergianmu. Tidak perlu memikiran ibu dan adik. Mas yang akan mengurus mereka ...". Keduanya benar - benar merupakan keputusan yang sulit. Bimbangku, bingungku membuat sikapku terlihat tidak konsisten inilah perasaan yang aku rasakan. Ketidakkonsistenan ini membuat sang pujaan hatipun menjauh. Allah mungkin masih belum mengijinkan diri ini untuk meminang seorang gadis pujaan hati itu.
Dalam setiap cobaan selalu ada pelajaran yang dapat diambil. Beberapa pekan lalu Bapak Joko Kurniawan (seorang atasan dan orang yang memiliki figur wibawa dan bijaksana) pernah memberikan feedback tentang kinerjaku selama tahun 2014. Beliau berkata bahwa aku harus mengupgrade human value-ku (nilai jualku sebagai manusia). Bagaimana mengupgrade-nya yaitu dengan sekolah lagi hingga lulus jenjang S1. Kamu dapat mengubah hidupmu bumi dan langit. Semua hal itu mungkin terjadi. Dalam hati ku berkata bahwa mungkin beliau bercerita berdasarkan pengalaman yang beliau alami sendiri. Karena beliau sendiri memulai karirnya di perusahaan ini benar-benar dari bawah. Cobaan untuk menjauh dari gadis pujaan hati mungkin sebenarnya adalah hidayah atau petunjuk buat diriku untuk lebih memikirkan diri sendiri dulu untuk saat ini. Memikirkan diri untuk berkembang jauh dari diri ini yang sekarang. Berkembang jauh lebih baik dari segi financial, dari segi mental berfikir. Terima kasih atas wawasannya Pak Joko. Jujur engkau seperti sosok seorang ayah buat diriku. Saya bersyukur bisa bekerja di perusahaan ini.
Komentar
Posting Komentar
Jangan Lupa Komentarnya Yah